UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 12 TAHUN 1995
TENTANG
PEMASYARAKATAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa pada hakikatnya Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai insan
dan sumber daya manusia harus diperlakukan dengan baik dan manusiawi dalam satu
sistem pembinaan yang terpadu;
b. bahwa perlakuan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan
berdasarkan sistem kepenjaraan tidak sesuai dengan sistem pemasyarakatan
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan bagian akhir
dari sistem pemidanaan;
c. bahwa sistem pemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam huruf b,
merupakan rangkaian penegakan hukum yang bertujuan agar Warga Binaan
Pemasyarakatan menyadari kesalahannya, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi
tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat
aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga
yang baik dan bertanggung jawab;
d. bahwa sistem kepenjaraan yang diatur dalam Ordonnantie op de
Voorwaardelijke Invrijheidstelling (Stb. 1917-749, 27 Desember 1917 jo. Stb.
1926-488) sepanjang yang berkaitan dengan pemasyarakatan, Gestichten Reglement
(Stb. 1917-708, 10 Desember 1917), Dwangopvoeding Regeling (Stb. 1917-741, 24
Desember 1917) dan Uitvoeringsordonnantie op de Voorwaardelijke Veroordeeling
(Stb. 1926-487, 6 November 1926) sepanjang yang berkaitan dengan
pemasyarakatan, tidak sesuai dengan sistem pemasyarakatan berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a, b, c, dan
d perlu membentuk Undang-undang tentang Pemasyarakatan;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), dan Pasal 20 ayat (1)
Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang
Peraturan Hukum Pidana (Berita Negara Republik Indonesia II Nomor 9) jo.
Undang-undang Nomor 73 Tahun 1958 tentang Menyatakan Berlakunya Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1946 Republik Indonesia tentang Peraturan Hukum Pidana Untuk
Seluruh Wilayah Republik Indonesia dan Mengubah Kitab Undang-undang Hukum
Pidana (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Nomor
1660) yang telah beberapa kali diubah dan ditambah, terakhir dengan
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1976 tentang Perubahan dan Penambahan Beberapa
Pasal Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana Bertalian Dengan Perluasan
Berlakunya Ketentuan Perundang-undangan Pidana, Kejahatan Penerbangan, dan
Kejahatan terhadap Sarana/Prasarana Penerbangan (Lembaran Negara Tahun 1976
Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3080);
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PEMASYARAKATAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga
Binaan Pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang
merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana.
2. sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan
batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila
yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat
untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari
kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat
diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam
pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan
bertanggung jawab.
3. Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut LAPAS adalah
tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan.
4. Balai Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut BAPAS adalah
pranata untuk melaksanakan bimbingan Klien Pemasyarakatan.
5. Warga Binaan Pemasyarakatan adalah Narapidana, Anak Didik
Pemasyarakatan, dan Klien Pemasyarakatan.
6. Terpidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
7. Narapidana adalah Terpidana yang menjalani pidana hilang
kemerdekaan di LAPAS.
8. Anak Didik Pemasyarakatan adalah :
a. Anak Pidana yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan
menjalani pidana di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas)
tahun;
b. Anak Negara yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan
diserahkan pada negara untuk dididik dan ditempatkan di LAPAS Anak paling lama
sampai berumur 18 (delapan belas) tahun;
c. Anak Sipil yaitu anak yang atas permintaan orang tua atau
walinya memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di LAPAS Anak paling lama
sampai berumur 18 (delapan belas) tahun.
9. Klien Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut Klien adalah
seseorang yang berada dalam bimbingan BAPAS.
10. Menteri adalah Menteri yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya meliputi bidang pemasyarakatan.
Pasal 2
Sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk Warga
Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan,
memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima
kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan
dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.
Pasal 3
Sistem pemasyarakatan berfungsi menyiapkan Warga Binaan
Pemasyrakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga
dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung
jawab.
Pasal 4
(1) LAPAS dan BAPAS didirikan di setiap ibukota kabupaten atau
kotamadya.
(2) Dalam hal dianggap perlu, di tingkat kecamatan atau kota
administratif dapat didirikan Cabang LAPAS dan Cabang BAPAS.
BAB II
PEMBINAAN
Pasal 5
Sistem pembinaan pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan asas :
a. pengayoman;
b. persamaan perlakuan dan pelayanan;
c. pendidikan;
d. pembimbingan;
e. penghormatan harkat dan martabat manusia;
f. kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan; dan
g. terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan
orang-orang tertentu.
Pasal 6
(1) Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan dilakukan di LAPAS dan
pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan dilakukan oleh BAPAS.
(2) Pembinaan di LAPAS dilakukan terhadap Narapidana dan Anak
Didik Pemasyarakatan sebagaimana diatur lebih lanjut dalam BAB III.
(3) Pembimbingan oleh BAPAS dilakukan terhadap:
a. Terpidana bersyarat;
b. Narapidana, Anak Pidana dan Anak Negara yang mendapat
pembebasan bersyarat atau cuti menjelang bebas;
c. Anak Negara yang berdasarkan putusan pengadilan, pembinaannya
diserahkan kepada orang tua asuh atau badan sosial;
d. Anak Negara yang berdasarkan Keputusan Menteri atau pejabat di
lingkungan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang ditunjuk, bimbingannya
diserahkan kepada orang tua asuh atau badan sosial; dan
e. Anak yang berdasarkan penetapan pengadilan, bimbingannya
dikembalikan kepada orang tua atau walinya.
Pasal 7
(1) Pembinaan dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan
diselenggarakan oleh Menteri dan dilaksanakan oleh petugas pemasyarakatan.
(2) Ketentuan mengenai pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan di
LAPAS dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan oleh BAPAS diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 8
(1) Petugas Pemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(1) merupakan Pejabat Fungsional Penegak Hukum yang melaksanakan tugas di
bidang pembinaan, pengamanan, dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.
(2) Pejabat Fungsional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) di
angkat dan diberhentikan oleh Menteri sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 9
(1) Dalam rangka penyelenggaraan pembinaan dan pembimbingan Warga
Binaan Pemasyarakatan, Menteri dapat mengadakan kerjasama dengan instansi
pemerintah terkait, badan-badan kemasyarakatan lainnya, atau perorangan yang
kegiatannya seiring dengan penyelenggaraan sistem pemasyarakatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.
(2) Ketentuan mengenai kerjasama sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB III
WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN
Bagian Pertama
Narapidana
Pasal 10
(1) Terpidana yang diterima di LAPAS wajib didaftar.
(2) Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mengubah
status Terpidana menjadi Narapidana.
(3) Kepala LAPAS bertanggung jawab atas penerimaan Terpidana dan
pembebasan Narapidana di LAPAS.
Pasal 11
Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) meliputi
:
a. pencatatan :
1. putusan pengadilan;
2. jati diri; dan
3. barang dan uang yang dibawa;
b. pemeriksaan kesehatan;
c. pembuatan pasfoto;
d. pengambilan sidik jari; dan
e. pembuatan berita acara serah terima Terpidana.
Pasal 12
(1) Dalam rangka pembinaan terhadap Narapidana di LAPAS dilakukan
penggolongan atas dasar :
a. umur;
b. jenis kelamin;
c. lama pidana yang dijatuhkan;
d. jenis kejahatan; dan
e. kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan
pembinaan.
(2) Pembinaan Narapidana Wanita di LAPAS dilaksanakan di LAPAS
Wanita.
Pasal 13
Ketentuan mengenai pendaftaran serta penggolongan Narapidana
diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
Pasal 14
(1) Narapidana berhak :
a. melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya;
b. mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani;
c. mendapatkan pendidikan dan pengajaran;
d. mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak;
e. menyampaikan keluhan;
f. mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa
lainnya yang tidak dilarang;
g. mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan;
h. menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang
tertentu lainnya;
i. mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi);
j. mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi
keluarga;
k. mendapatkan pembebasan bersyarat;
l. mendapatkan cuti menjelang bebas; dan
m. mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(2) Ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan
hak-hak Narapidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 15
(1) Narapidana wajib mengikuti secara tertib program pembinaan dan
kegiatan tertentu.
(2) Ketentuan mengenai program pembinaan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 16
(1) Narapidana dapat dipindahkan dari satu LAPAS ke LAPAS lain
untuk kepentingan :
a. pembinaan;
b. keamanan dan ketertiban;
c. proses peradilan; dan
d. lainnya yang dianggap perlu.
(2) Ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara pemindahan
Narapidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 17
(1) Penyidikan terhadap Narapidana yang terlibat perkara lain baik
sebagai tersangka, terdakwa, atau sebagai saksi yang dilakukan di LAPAS tempat
Narapidana yang bersangkutan menjalani pidana, dilaksanakan setelah penyidik
menunjukkan surat perintah penyidikan dari pejabat instansi yang berwenang dan
menyerahkan tembusannya kepada Kepala LAPAS.
(2) Kepala LAPAS dalam keadaan tertentu dapat menolak pelaksanaan
penyidikan di LAPAS sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(3) Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan
di luar LAPAS setelah mendapat izin Kepala LAPAS.
(4) Narapidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dibawa ke
luar LAPAS untuk kepentingan :
a. penyerahan berkas perkara;
b. rekonstruksi; atau
c. pemeriksaan di sidang pengadilan.
(5) Dalam hal terdapat keperluan lain di luar keperluan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) Narapidana hanya dapat dibawa ke luar LAPAS
setelah mendapat izin tertulis dari Direktur Jenderal Pemasyarakatan.
(6) Jangka waktu Narapidana dapat dibawa ke luar LAPAS sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (5) setiap kali paling lama 1 (satu) hari.
(7) Apabila proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di
sidang pengadilan terhadap Narapidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus
dilakukan di luar wilayah hukum pengadilan negeri yang menjatuhkan putusan
pidana yang sedang dijalani, Narapidana yang bersangkutan dapat dipindahkan ke
LAPAS tempat dilakukan pemeriksaan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16.
Bagian Kedua
Anak Didik Pemasyarakatan
Paragraf 1
Anak Pidana
Pasal 18
(1) Anak Pidana ditempatkan di LAPAS Anak.
(2) Anak Pidana yang ditempatkan di LAPAS Anak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) wajib didaftar.
Pasal 19
Pendaftaran sebagaimana dimaksud Pasal 18 ayat (2) meliputi :
a. pencatatan :
1. putusan pengadilan;
2. jati diri; dan
3. barang dan uang yang dibawa;
b. pemeriksaan kesehatan;
c. pembuatan pasfoto;
d. pengambilan sidik jari; dan
e. pembuatan berita acara serah terima Anak Pidana.
Pasal 20
Dalam rangka pembinaan terhadap Anak Pidana di LAPAS Anak
dilakukan penggolongan atas dasar :
a. umur;
b. jenis kelamin;
c. lama pidana yang dijatuhkan;
d. jenis kejahatan; dan
e. kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan
pembinaan.
Pasal 21
Ketentuan mengenai pendaftaran serta penggolongan Anak Pidana
diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
Pasal 22
(1) Anak Pidana memperoleh hak-hak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 kecuali huruf g.
(2) Ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan
hak-hak Anak Pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 23
(1) Anak Pidana wajib mengikuti secara tertib program pembinaan
dan kegiatan tertentu.
(2) Ketentuan mengenai program pembinaan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 24
(1) Anak Pidana dapat dipindahkan dari satu LAPAS Anak ke LAPAS
Anak lain untuk kepentingan :
a. pembinaan;
b. keamanan dan ketertiban;
c. pendidikan;
d. proses peradilan; dan
e. lainnya yang dianggap perlu.
(2) Ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara pemindahan Anak
Pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Paragraf 2
Anak Negara
Pasal 25
(1) Anak Negara ditempatkan di LAPAS Anak.
(2) Anak Negara yang ditempatkan di LAPAS Anak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) wajib didaftar.
Pasal 26
Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) meliputi
:
a. pencatatan :
1. putusan pengadilan;
2. jati diri; dan
3. barang dan uang yang dibawa;
b. pemeriksaan kesehatan;
c. pembuatan pasfoto;
d. pengambilan sidik jari; dan
e. pembuatan berita acara serah terima Anak Negara.
Pasal 27
Dalam rangka pembinaan terhadap Anak Negara di LAPAS Anak
dilakukan penggolongan atas dasar :
a. umur;
b. jenis kelamin;
c. lamanya pembinaan; dan
d. kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan
pembinaan.
Pasal 28
Ketentuan mengenai pendaftaran dan penggolongan Anak Negara diatur
lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
Pasal 29
(1) Anak Negara memperoleh hak-hak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14, kecuali huruf g dan i.
(2) Ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan
hak-hak Anak Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 30
(1) Anak Negara wajib mengikuti secara tertib program pembinaan
dan kegiatan tertentu.
(2) Ketentuan mengenai program pembinaan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 31
(1) Anak Negara dapat dipindahkan dari satu LAPAS Anak ke LAPAS
Anak lain untuk kepentingan :
a. pembinaan;
b. keamanan dan ketertiban;
c. pendidikan; dan
d. lainnya yang dianggap perlu.
(2) Ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara pemindahan Anak
Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Paragraf 3
Anak Sipil
Pasal 32
(1) Anak Sipil ditempatkan di LAPAS Anak.
(2) Anak Sipil yang ditempatkan di LAPAS Anak sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) wajib didaftar.
(3) Penempatan Anak Sipil di LAPAS Anak paling lama 6 (enam) bulan
bagi mereka yang belum berumur 14 (empat belas) tahun, dan paling lama 1 (satu)
tahun bagi mereka yang pada saat penetapan pengadilan berumur 14 (empat belas)
tahun dan setiap kali dapat diperpanjang 1 (satu) tahun dengan ketentuan paling
lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun.
Pasal 33
Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) meliputi
:
a. pencatatan :
1. penetapan pengadilan;
2. jati diri; dan
3. barang dan uang yang dibawa;
b. pemeriksaan kesehatan;
c. pembuatan pasfoto;
d. pengambilan sidik jari; dan
e. pembuatan berita acara serah terima Anak Sipil.
Pasal 34
Dalam rangka pembinaan terhadap Anak Sipil di LAPAS Anak dilakukan
penggolongan atas dasar :
a. umur;
b. jenis kelamin;
c. lamanya pembinaan; dan
d. kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan
pembinaan.
Pasal 35
Ketentuan mengenai pendaftaran dan penggolongan Anak Sipil diatur
lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
Pasal 36
(1) Anak Sipil memperoleh hak-hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal
14, kecuali huruf g, i, k, dan huruf l.
(2) Ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan
hak-hak Anak Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 37
(1) Anak Sipil wajib mengikuti secara tertib program pembinaan dan
kegiatan tertentu.
(2) Ketentuan mengenai program pembinaan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 38
(1) Anak Sipil dapat dipindahkan dari satu LAPAS Anak ke LAPAS
Anak lain untuk kepentingan :
a. pembinaan;
b. keamanan dan ketertiban;
c. pendidikan; dan
d. lainnya yang dianggap perlu.
(2) Ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara pemindahan Anak
Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Bagian Ketiga
Klien
Pasal 39
(1) Setiap Klien wajib mengikuti secara tertib program bimbingan
yang diadakan oleh BAPAS.
(2) Setiap Klien yang dibimbing oleh BAPAS sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) wajib didaftar.
Pasal 40
Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) meliputi
:
a. pencatatan :
1. putusan atau penetapan pengadilan, atau Keputusan Menteri;
2. jati diri;
b. pembuatan pasfoto;
c. pengambilan sidik jari; dan
d. pembuatan berita acara serah terima Klien.
Pasal 41
Ketentuan mengenai pendaftaran Klien diatur lebih lanjut dengan
Keputusan Menteri.
Pasal 42
(1) Klien sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 terdiri dari :
a. Terpidana bersyarat;
b. Narapidana, Anak Pidana, dan Anak Negara yang mendapatkan
pembebasan bersyarat atau cuti menjelang bebas;
c. Anak Negara yang berdasarkan putusan pengadilan, pembinaannya
diserahkan kepada orang tua asuh atau badan sosial;
d. Anak Negara yang berdasarkan Keputusan Menteri atau pejabat di
lingkungan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang ditunjuk, bimbingannya
diserahkan kepada orang tua asuh atau badan sosial; dan
e. Anak yang berdasarkan penetapan pengadilan, bimbingannya
dikembalikan kepada orang tua atau walinya.
(2) Dalam hal bimbingan Anak Negara sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) huruf c dilakukan oleh orang tua asuh atau badan sosial, maka orang
tua asuh atau badan sosial tersebut wajib mengikuti secara tertib pedoman
pembimbingan yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
(3) Dalam hal bimbingan Anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf e dilakukan oleh orang tua atau walinya, maka orang tua atau walinya
tersebut wajib mengikuti secara tertib pedoman pembimbingan yang ditetapkan
dengan Keputusan Menteri.
Pasal 43
Dalam hal bimbingan Anak Negara diserahkan kepada orang tua asuh
atau badan sosial dan Anak yang diserahkan kepada orang tua atau walinya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf c, d, dan e, maka BAPAS
melaksanakan :
a. pengawasan terhadap orang tua asuh atau badan sosial dan orang
tua atau wali agar kewajiban sebagai pengasuh dapat dipenuhi;
b. pemantapan terhadap perkembangan Anak Negara dan Anak Sipil
yang diasuh.
Pasal 44
Ketentuan mengenai program bimbingan Klien diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IV
BALAI PERTIMBANGAN PEMASYARAKATAN
DAN TIM PENGAMAT PEMASYARAKATAN
Pasal 45
(1) Menteri membentuk Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim
Pengamat Pemasyarakatan.
(2) Balai Pertimbangan Pemasyarakatan bertugas memberi saran dan atau
pertimbangan kepada Menteri.
(3) Balai Pertimbangan Pemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) terdiri dari para ahli di bidang pemasyarakatan yang merupakan wakil
instansi pemerintah terkait, badan non pemerintah dan perorangan lainnya.
(4) Tim Pengamat Pemasyarakatan yang terdiri dari pejabat-pejabat
LAPAS, BAPAS atau pejabat terkait lainnya bertugas :
a. memberi saran mengenai bentuk dan program pembinaan dan
pembimbingan dalam melaksanakan sistem pemasyarakatan;
b. membuat penilaian atas pelaksanaan program pembinaan dan
pembimbingan; atau
c. menerima keluhan dan pengaduan dari Warga Binaan
Pemasyarakatan.
(5) Pembentukan, susunan, dan tata kerja Balai Pertimbangan
Pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan ditetapkan dengan Keputusan
Menteri.
BAB V
KEAMANAN DAN KETERTIBAN
Pasal 46
Kepala LAPAS bertanggung jawab atas keamanan dan ketertiban di
LAPAS yang dipimpinnya.
Pasal 47
(1) Kepala LAPAS berwenang memberikan tindakan disiplin atau
menjatuhkan hukuman disiplin terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan yang
melanggar peraturan keamanan dan ketertiban di lingkungan LAPAS yang
dipimpinnya.
(2) Jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dapat berupa :
a. tutupan sunyi paling lama 6 (enam) hari bagi Narapidana atau
Anak Pidana; dan atau
b. menunda atau meniadakan hak tertentu untuk jangka waktu
tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Petugas pemasyarakatan dalam memberikan tindakan disiplin atau
menjatuhkan hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib :
a. memperlakukan Warga Binaan Pemasyarakatan secara adil dan tidak
bertindak sewenang-wenang; dan
b. mendasarkan tindakannya pada peraturan tata tertib LAPAS.
(4) Bagi Narapidana atau Anak Pidana yang pernah dijatuhi hukuman
tutupan sunyi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a, apabila mengulangi
pelanggaran atau berusaha melarikan diri dapat dijatuhi lagi hukuman tutupan
sunyi paling lama 2 (dua ) kali 6 (enam) hari.
Pasal 48
Pada saat menjalankan tugasnya, petugas LAPAS diperlengkapi dengan
senjata api dan sarana keamanan yang lain.
Pasal 49
Pegawai Pemasyarakatan diperlengkapi dengan sarana dan prasarana
lain sesuai dengan kebutuhan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 50
Ketentuan mengenai keamanan dan ketertiban LAPAS diatur lebih
lanjut dengan Keputusan Menteri.
BAB VI
KETENTUAN LAIN
Pasal 51
(1) Wewenang, tugas, dan tanggung jawab perawatan tahanan ada pada
Menteri.
(2) Ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan
wewenang, tugas, dan tanggung jawab perawatan tahanan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 52
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini semua peraturan
pelaksanaan yang berkaitan dengan pemasyarakatan tetap berlaku, sepanjang tidak
bertentangan atau belum dikeluarkan peraturan pelaksanaan baru berdasarkan
Undang-undang ini.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 53
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini:
1. Ordonnantie op de Voorwaardelijke Invrijheidstelling (Stb.
1917-749, 27 Desember 1917 jo. Stb. 1926-488) sepanjang yang berkaitan dengan
pemasyarakatan;
2. Gestichtenreglement (Stb. 1917-708, 10 Desember 1917);
3. Dwangopvoedingsregeling (Stb. 1917-741, 24 Desember 1917); dan
4. Uitvoeringsordonnantie op de Voorwaardelijke Veroordeeling
(Stb. 1926-487, 6 November 1926) sepanjang yang berkaitan dengan
pemasyarakatan; dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 54
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 30 Desember 1995
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 Desember 1995
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
MOERDIONO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1995 NOMOR 77
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3614